Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpendapat dualisme PPP ini terjadi karena minim ketokohan di Partai Kabah tersebut.
Ia mengatakan tak ada sosok yang menonjol yang dinilai mampu memimpin PPP. Dedi mencontohkan bahkan tokoh yang dianggap potensial, Romahurmuziy alias Romy, tak memiliki reputasi yang cukup kuat karena ia pernah terjerat kasus korupsi.
"Itulah mengapa PPP alami perpecahan," ucap Dedi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga berpendapat bahwa huru hara ini berkaitan dengan kegagalan kepengurusan sebelumnya membawa PPP lolos ke parlemen untuk pertama kali.
Dedi menyebut kegagalan dan kericuhan yang terjadi di muktamar di Ancol, Jakarta kemarin menguatkan anggapan jika kepengurusan parpol saat ini tak memiliki kapasitas yang mumpuni dalam memimpin PPP.
Ia mengatakan bahwa telah terjadi situasi prematur dalam muktamar, sehingga ada dua kubu yang mengklaim menang secara aklamasi.
"Mustahil ada aklamasi ketika ada kandidat lain yang turut mendaftar," ujarnya.
Ia pun menegaskan bagi PPP harus menggelar muktamar ulang. Menurutnya, baik Mardiono maupun Agus belum memiliki legitimasi terpilih yang kuat sebagai ketum.
Dedi menekankan legitimasi keterpilihan dalam menentukan ketua umum parpol sangatlah penting demi kelangsungan parpol ke depan.
Ia pun mendorong Kementerian Hukum untuk mengabaikan apabila kedua belah pihak mengajukan permohonan kepengurusan ke depan.
"Mardiono maupun Agus Suparmanto sejauh ini belum miliki legitimasi terpilih, terlebih jika berita acara terpilih antara keduanya juga tidak dilengkapi dokumen yang sesuai dengan AD/ART Organisasi," ucap dia.
(mnf/isn)