Lebih lanjut, Waffaa menyoroti paragraf awal dalam pernyataan bersama Indonesia, Yordania, Arab Saudi, Qatar, Turki, Pakistan, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Pernyataan tersebut menekankan bahwa negara-negara ini menyambut baik usulan Trump untuk mengakhiri perang, membangun kembali Gaza, mencegah pengusiran warga Palestina dan memajukan perdamaian komprehensif, serta tak mengizinkan aneksasi Tepi Barat.
Waffaa menduga negara-negara itu merasa cukup puas dengan usulan Trump sekarang karena sebelumnya dia sempat mengusulkan untuk membangun kawasan elit di Gaza yang disebut Riviera Timur Tengah dan memindahkan secara paksa warga selama rekonstruksi berlangsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pakar dan sejumlah komunitas internasional memandang pemindahan paksa tersebut sebagai bentuk pembersihan etnis dan menguntungkan Israel yang ingin menguasai secara penuh Palestina.
Usulan Trump dan dukungan negara-negara ini juga muncul saat dunia heboh dengan tarif impor tinggi yang diterapkan AS.
"Para pemimpin ini cukup puas lah ketika dengar worst case [situasi terburuk] enggak terjadi," ungkap Waffaa.
Dari perspektif power dan geopolitik, menurut Waffaa, tawaran dari AS dinilai cukup baik untuk Indonesia dan negara-negara Arab.
Namun, jika dilihat dari sisi keadilan, anti kolonialisme, tentu usulan dan dukungan tersebut "enggak memuaskan."
CNNIndonesia.com sudah menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri untuk meminta tanggapan apakah pemerintah memandang tindakan Israel di Gaza sebagai kolonialisme/penjajahan. Namun, dia tak segera memberi komentar.
Jika usulan Trump betul-betul disepakati dan bakal dijalankan untuk Palestina, Waffaa memandang kondisi Gaza akan kembali seperti sebelum 7 Oktober 2023. Artinya, pasukan Palestina akan tetap bertengger di sana, Gaza jadi target, dan pencaplokan di Tepi Barat terjadi.
Dalam usulan Trump, salah satu poin berisi jika kedua pihak sepakat, perang akan berakhir. Pasukan Israel akan mundur sebagian untuk mempersiapkan pembebasan sandera.
Semua operasi militer, lanjut poin itu, akan ditangguhkan dan garis pertempuran bakal tetap di tempat hingga kondisi untuk "penarikan bertahap sepenuhnya" pasukan Israel terpenuhi.
Di poin selanjutnya, dalam waktu 72 jam usai Israel secara terbuka menerima proposal, semua sandera termasuk yang hidup dan mati akan dipulangkan.
Di kesempatan ini, Waffaa juga menyoroti pernyataan bersama RI dan negara Arab lain di paragraf selanjutnya. Mereka menegaskan usulan-usulan Trump bisa menciptakan jalan perdamaian yang adil bagi solusi dua negara.
Gaza bakal terintegrasi sepenuhnya dengan Tepi Barat dalam pendirian Negara Palestina sesuai hukum internasional sebagai kunci untuk mencapai stabilitas dan keamanan regional.
"Buat saya usulan Trump belum mengarah ke sini [stabilitas dan keamanan regional]," ungkap Waffaa.
Pakar lain yang juga dosen di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, punya pandangan berbeda.
Dia menilai dukungan Indonesia dan negara-negara Arab untuk usulan Trump sudah tepat.
"Ya [tepat]. Jika, Saudi mendukung artinya ada titik kompromi disitu. Sebab inisiator Deklarasi New York adalah Saudi," kata Sya'roni.
Deklarasi New York merupakan hasil pertemuan konferensi tingkat tinggi internasional PBB tentang implementasi Solusi Dua Negara di New York pada 28-30 Juli 2025 yang diinisiasi Saudi dan Prancis.
Sebanyak 17 negara termasuk Indonesia dan Turki, seluruh anggota Liga Arab, dan seluruh negara anggota Uni Eropa meneken deklarasi tersebut. Kemudian pada awal September, deklarasi itu diadopsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Deklarasi berisi dekatan penghentian agresi Israel di Gaza, dukungan pelucutan senjata Hamas,dukungan satu pemerintahan di Gaza dan Tepi Barat, hingga memuat peta jalan menuju solusi dua negara.
Jika Saudi dan negara yang terlibat dalam Deklarasi New York setuju dengan usulan Trump, maka Sya'roni memandang proposal itu bisa menjadi solusi jangka pendek agresi Israel di Palestina yang selama ini kerap buntu.
(isa/rds)