TILIKAN

Mungkinkah Sinetron Indonesia Bisa Seperti Drama Korea?

Dewi Safitri | Parlando Indonesia
Minggu, 05 Okt 2025 13:13 WIB
Indonesia juga sudah memiliki serial televisi sejak berdekade silam seperti Korea, tetapi drama Korea lebih populer dengan sejumlah resep paten.
Goblin (2016). (Courtesy TVN TVing)

Di sisi lain, meski juga punya dramaseri dengan episode panjang, sinetron di Korea Selatan justru bergerak ke arah sebaliknya dengan Indonesia. Sejak 2000-an, industri tontonan televisi mereka bergerak ke seri pendek antara rata-rata 16 atau maksimal 20 episode.

Drama Korea era modern berpegang pada serial single-season berkualitas tinggi, di mana sebelum tayang semua proses produksinya biasanya sudah beres (pre-production). Dengan begini, upaya menjaga kualitas bisa dilakukan lebih ketat bahkan termasuk jadwal iklan dan rencana ekspor ke seluruh dunia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Strategi ini memungkinkan penikmat drakor luar Korea menikmati jadwal yang hampir sama cepatnya dengan episode yang diputar di dalam negeri. Akibatnya, hype judul yang ditonton dirasakan hampir simultan di seluruh dunia, seperti yang terjadi dengan Descendents of the Sun (2014), Goblin (2016), dan Crash Landing on You (2019).

Dengan fokus pada hanya belasan sampai maksimum 20 episode per judul, drakor justru menjadi sangat produktif dan efektif dalam pemasaran.

Pertama, mereka berhasil mengontrol kualitas. Kedua, drakor berhasil memenuhi permintaan pasar global terus-menerus dengan judul-judul baru. Pada 2022, tepat setelah keluar dari belenggu pandemi Covid-19, total produksi drakor mencapai 160 judul. Nyaris 1 judul baru tiap 2,5 hari.

Kuncian lain untuk drakor yang berhasil bikin penonton mania tentu saja budget produksi. Dewasa ini anggaran drakor sudah mencapai miliaran won setiap episodenya, setara dengan puluhan miliar rupiah.

Crash Landing on YouCrash Landing on You (2019). (dok. tvN via HanCinema)

Seri Squid Game misalnya, season 1 dan 2 yang berjumlah total 16 episode, diberitakan memakan biaya 100 miliar won atau hampir Rp1,2 triliun, berarti bernilai Rp74 miliar per episodenya.

Di Indonesia, jumlah biaya sebesar itu bahkan sudah bisa mengongkosi film termahal. Misalnya 13 Bom di Jakarta (2023) yang berbiaya Rp75 miliar dan disebut sebagai film termahal pada 2023.

Sementara untuk sinetron biayanya pada periode sebelum 2020-an mencapai Rp300-400 juta per episode. Sekarang ini diperkirakan biayanya antara Rp500-800 juta, atau maksimal Rp1 miliar untuk sinetron berbujet besar.

Pembiayaan serial Indonesia yang paling mendekati dengan drakor mungkin adalah Gadis Kretek (2023) yang konon mencapai Rp2-6 miliar per episode. Baik Gadis Kretek maupun Squid Game sama-sama ditayangkan di platform berbayar Netflix, tapi jelas biaya produksi drama yang dibintangi Dian Sastrowardoyo itu cuma sekitar 5 persen dari biaya drakor pesaingnya.


Mungkinkah di Indonesia?

Di tengah redupnya industri media dan basis pemirsa televisi di seluruh dunia, industri tontonan justru terus tumbuh secara global.

Di Korea Selatan, penonton yang membayar setidaknya satu layanan streaming/OTT bisa mencapai 40-50 persen populasi nasional. Sementara di Indonesia yang penduduknya enam kali Korsel, masyarakat yang langganan OTT baru tiga persen.

Ini berarti potensi untuk membesar sangat terbuka dan pasar merespon positif. Seri Private Bodyguard misanya, berhasil meraih total tayang 52 juta kali dalam 8 episode selama Ramadan tahun lalu. Atau serial Layangan Putus yang fenomenal pada 2021 dan ditonton 15 juta kali dalam sehari.

Agar Sinetron Bisa Sesohor DrakorAgar Sinetron Bisa Sesohor Drakor. (Basith Subastian/CNNIndonesia)

Gadis Kretek yang bergerak dalam genre fiksi historis tentang laju-surut industri kretek di Indonesia dan berbalut kisah cinta serya drama keluarga itu juga mampu mendulang kesuksesan.

Serial adaptasi novel Ratih Kumala peraih 10 besar Kusala Sastra Khatulistiwa pada 2012 itu jadi serial Netflix orisinal Indonesia pertama yang masuk daftar 10 teratas acara non-berbahasa Inggris paling ditonton secara global selama dua minggu berturut-turut.

Sukses penayangan Gadis Kretek yang hanya terdiri dari 5 episode juga menunjukkan bahwa resep sukses ala drakor seperti produksi dan cerita yang efektif hingga strategi pemasaran yang tepat sangat mungkin ditiru di Indonesia.

Dengan formula yang sama, bukan mustahil drama seri orisinal Indonesia punya peluang bersaing di arena global bersama produk drakor.

(end)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER