Selama Kualifikasi Piala Dunia 2026, fase kedua dan ketiga, Arab Saudi membukukan 19 gol. Rinciannya, 12 gol pada fase kedua dan tujuh gol pada fase ketiga.
Dari 19 gol tersebut, mayoritas dilesakkan Arab Saudi melalui tembakan jarak jauh. Serangan balik tim asuhan Herve Renard ini memang tak mematikan, tetapi sudah dirancang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, gawang Indonesia lebih mudah dibobol lewat serangan balik. Australia berhasil melakukan itu. Jepang, dengan segala kelebihannya, juga melakukan hal sama.
Dengan kata lain, serangan balik bisa menjadi senjata mematikan bagi Arab Saudi. Saat ball possession ala Patrick Kluivert kecolongan, satu serangan bisa mematikan.
Pada saat yang sama serangan balik Indonesia melemah. Jika sebelumnya, saat ditangani Shin Tae Yong, serangan balik jadi senjata buas, kini daya hujamnya terkelupas.
Pemain Indonesia lebih diminta bermain-main dengan bola sambil menunggu pertahanan lawan terbuka. Itu yang terlihat saat melawan Taiwan dan Lebanon dalam laga uji coba.
Namun, sisa-sisa gaya serangan balik belum benar-benar hilang. Gol Romeny ke gawang Bahrain menunjukkan bahwa serangan balik masih bisa dijadikan pegangan.
Apakah serangan balik diasah oleh Patrick Kluivert dalam masa persiapan melawan Arab Saudi? Seharusnya, ya. Jika tidak, satu senjata Indonesia lainnya hilang.
Romeny, sebagai ujung tombak, memang kembali, tetapi sentuhannya belum teruji. Apalagi ada sindrom yang menggelayuti pemain sehabis cedera. Takut cedera lebih lama lagi.
Pemain Arab Saudi niscaya tak akan segan 'memakan' kaki Romeny. Mentalitas Romeny akan diuji. Bagusnya, Romeny bukan tipikal pemain penakut. Ia akan bertarung.
Namun, bisa jadi Romeny hanya kamuflase. Senjata lainnya sedang dipersiapkan Kluivert dan tim, yakni Miliano Jonathans. Apakah ia bisa jadi 'penyihir'? Mari kita nanti.
(ptr)