Jakarta, Parlando Indonesia --
Sore di Taman Stasiun MRT Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat terasa teduh. Andri alias Bagol (16) sedang duduk tenang sambil menyaksikan dua temannya bergantian bermain skateboard.
Taman di kawasan Sudirman itu belakangan jadi sorotan publik karena menjadi tempat tongkrongan remaja pinggiran ibu kota yang 'mengadu outfit'.
Para abege dari Citayam, Bekasi, Bojong Gede hingga Tangerang rela menempuh jarak puluhan kilometer ke Taman Sudirman demi sekadar nongkrong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagian bocah-bocah pinggiran Jakarta ini tampil mencolok. Mereka mengenakan kemeja flanel oversize, celana model 90-an seperti boot cut atau cutbray, sneakers klasik, dan tentu saja topi.
Para bocah ini cuma berseliweran. Nongkrong di spot-spot tertentu atau cukup di trotoar di jalan. Namun geliatnya mampu menyulap Taman Sudirman seolah catwalk dadakan. Netizen menyebutnya sebagai Citayam Fashion Week.
Keasyikan Andri tak terusik dengan lalu lalang remaja lain di sekelilingnya. Ia juga membantah datang jauh-jauh dari Medan Satria, Bekasi, untuk adu outfit di Sudirman.
"Enggak. Alay, Bang. Seadanya sajalah outfitnya," kata Andri, Selasa (5/7).
Hari itu, Andri mengenakan kaos seharga Rp80 ribu, sneakers brand lokal seharga Rp200 ribu, lalu jaket pemberian dari teman.
"Celana ini juga punya temen, dikasih ke saya," ujarnya.
Beberapa remaja pinggiran Jakarta yang CNNIndonesia.com temui mengaku nyaman nongkrong di Taman Stasiun MRT Dukuh Atas ini.
Tegar Nur Rahmat (17) mengaku datang hanya untuk menikmati suasana taman di kawasan BNI City ini.
Dengan parka merah, kaos berwarna navy, celana hitam, dan sepatu running, Tegar tampak percaya diri.
Tegar datang dengan seorang temannya jauh-jauh dari Bulak Kapal, Bekasi Timur. Sudah bosan dengan tempat nongkrong di Bekasi, ia berangkat ke Sudirman yang viral di media sosial Tiktok.
"Kalau di Bekasi mulu bosen. Jadi nyari tempat yang lain saja," ujar Tegar.
 Remaja asal Citayam, Depok, Jawa Barat dikerubungi sejumlah remaja di kawasan BNI City, Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (5/7). Foto: CNNIndonesia/Syakirun Niam |
Tegar menyebut gedung pencakar langit yang mengepung taman ini menjadi latar menarik untuk berfoto.
"Banyak gedung gedung jadi bikin foto lebih menarik," ujar Tegar.
Sementara itu, remaja asal Citayam, Kabupaten Bogor, Aji Alfriandi alias Roy bisa menghabiskan waktu hingga berhari-hari di taman ini.
Ia nongkrong sejak siang sampai malam dan menginap di rumah temannya, di sekitar Stasiun Karet.
"Tadi juga abang saya nyamperin ke sini. Katanya, 'lu kenapa enggak balik-balik?', [Roy menjawab] bilang saja jadwal padat," ujar Roy.
Hasil Ngamen untuk Beli Outfit
Baik Andri, Tegar, maupun Roy merupakan remaja pinggiran Jakarta. Mereka berasal dari keluarga ekonomi kelas bawah. Meski demikian, untuk membeli outfit dan ongkos nongkrong, mereka tak serta merta menodongkan tangan ke orang tua.
Andri mengumpulkan receh hasil ngamen dari rumah ke rumah. Saat masa libur sekolah seperti sekarang, Andri mengamen dari pukul 14.00-17.00 WIB dan bisa mengantongi Rp80 ribu.
"Kalau lagi rame bisa sampe cepe. Itu Rp80 ribu bagi 3 orang," ujar Andri.
Hasil mengamen ini Andri sisihkan untuk membeli outfit. Uang itu juga ia gunakan sebagai uang saku bermain di kawasan Sudirman. Pada hari itu, misalnya, Andri membawa uang saku Rp30 ribu.
Sehari-hari, ayah Andri bekerja di bengkel mobil. Sementara ibunya menjadi asisten rumah tangga. Ia bertekad tak mau merepotkan orang tuanya.
"Nyari duit sendiri lah," ujarnya.
Tegar melakoni hal sama. Setelah pulang sekolah, ia mengumpulkan receh dengan mengamen atau menjadi tukang parkir.
Sebagian hasilnya Tegar berikan orang tua untuk membayar kontrakan, membayar SPP, dan kebutuhan sekolah lainnya. Tegar mengaku, kadang dalam sehari ia bisa mengantongi Rp250 ribu.
"Enggak tentu juga, kadang kalau lagi ramai, mah ya Alhamdulillah 250, mah, dapet," ujar Tegar.
Hal serupa juga dilakukan Roy. Setelah putus sekolah saat SMP, ia sempat bekerja selama enam bulan. Hasilnya ia gunakan untuk membeli celana branded di Store Naga Rp200 ribu, kaos Rp100 ribu, dan sandal seharga Rp80 ribu.
Hasil keringat itu lah yang Roy kenakan untuk mejeng di Sudirman. Tak kurang, pakaian dan asesoris yang ia pakai bernilai lebih dari Rp300 ribu.
Baca halaman berikutnya: Sudirman Bukan Monopoli Orang Kaya
Sebagai remaja dari keluarga kelas menengah bawah pinggiran Jakarta, Roy mengaku tak mau merepotkan orang tua. Saat ini, remaja asal Citayam itu mencukupi hari-harinya dari membuat konten di kawasan Sudirman.
Nama Roy terkerek sebagai pacar seleb Tiktok 'Jeje' yang namanya moncer di media sosial dengan setengah juta followers.
"Ngonten, kan nemenin Jeje kalau ada endorse atau gimana," tutur Roy.
Hak Atas Ruang Publik
Seiring kawasan Sudirman viral di media sosial, banyak netizen menyoroti keberadaan remaja pinggiran Jakarta itu. Ada yang menyebutnya sebagai okupasi geng Citayam atas Sudirman.
Beberapa dari netizen mempersoalkan fenomena ini. Citra elite Sudirman dianggap terkoyak.
Ada yang menyoroti kebersihan Taman Sudirman, khususnya BNI City. Sebagian mengeluh karena kini taman berceceran sampah bekas nongkrong anak-anak pinggiran Jakarta. Adapula yang berkomentar dengan nada mengejek fisik remaja yang nongkrong.
Mengenai hal ini, Tegar berpendapat lain. Menurutnya, kawasan Taman Stasiun MRT Dukuh Atas merupakan ruang publik di pusat kota.
"Ini kan tempat umum karena juga pusat kota istilahnya, tempat ramai ya bebas dikunjungi siapa saja," kata Tegar.
Menurutnya, orang-orang yang nyinyir di media sosial itu mesti merasakan sendiri suasana nyaman nongkrong di BNI City.
Andri tak menampik BNI City hari ini menjadi tempat nongkrong 'jamet'.
Jamet adalah istilah kekinian untuk menyebut orang orang dengan atribut dan gaya musik metal yang oleh sebagian orang dianggap norak.
Meski demikian, menurut Andri, sebagai tempat umum Taman Stasiun MRT Dukuh Atas di Sudirman ini merupakan fasilitas publik.
Masyarakat dari Bekasi, Citayam, maupun daerah pinggiran Jakarta lainnya boleh berkunjung dan menikmati taman di pusat kota itu.
"Siapa saja boleh main di sini, yang dari mana saja boleh di sini," ujar Andri.
Bias Kelas Netizen
Kesan bias kelas ekonomi terasa dari cibiran sejumlah netizen. Ada kesan, seolah ruang publik di kawasan elite Jakarta seperti Sudirman, hanya layak diakses oleh mereka yang berpenghasilan tinggi.
Kesan bias kelas ini diamini oleh Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun. Namun Ubed menduga bias kelas netizen terjadi karena tak paham dinamika warga pinggiran Jakarta.
Mereka yang mencibir dengan sentimen kelas juga tak paham aturan main ruang publik.
"Saya kira cibiran itu bisa saja masuk kategori bias kelas karena mereka yang mencibir tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang dinamika masyarakat suburban," kata Ubed.
Ubed berkata masyarakat pinggiran Jakarta punya karakter antusiasme tinggi terhadap hal baru di pusat kota.
Rasa ingin tahu ini, kata Ubed, mendorong anak muda Citayam, Bekasi hingga Bojong Gede kerap mendatangi kawasan Sudirman di masa libur sekolah.
Ada banyak faktor yang mendorong serbuan remaja Citayam hingga Bekasi ke Sudirman. Mulai dari keinginan mencari hiburan baru, keterbatasan fasilitas publik di daerah asal hingga sekadar eksis layaknya anak-anak muda pada umumnya.
Ruang publik juga tak mengenal kelas sosial. Karenanya, menurut Ubed, remaja Citayam tetap sah dan berhak mengakses kawasan Sudirman sepanjang tidak melakukan tindakan yang merusak dan melanggar norma bersama.
Ubed lantas menyentil sebagian netizen yang mencibir invasi remaja Citayam di Sudirman. Perlu empati untuk bisa menempatkan diri sejajar sebagai warga di ruang publik.
"Empati kepada mereka yang dahaga ruang publik dan dahaga hiburan dengan suasana kosmopolit saya kira itu penting ya," sambungnya.
Sore di Sudirman semakin redup. Roy masih asyik melayani remaja-remaja seusianya yang meminta foto bersama hingga membuat konten TikTok.
Bagi Roy, kawasan BNI City tak boleh dimonopoli hanya sebagai tempat tongkrongan orang-orang berduit dan elite.
Roy percaya siapapun boleh memanfaatkan ruang tersebut dengan catatan tetap menjaga sopan santun.
"Ya semua tongkrongan kan sama saja, intinya kita jaga sopan santun, walaupun dia tongkrongan mahal kalau dia kagak ngusik mah ya udah... Bawa happy saja," ujar Roy.