Jakarta, Parlando Indonesia --
Hapsari mengisahkan dengan lancar pengalamannya berburu tiket alias 'war tiket' demi menyaksikan sejumlah idolanya yang datang ke Indonesia, dalam musim banjir konser pascapandemi beberapa bulan terakhir.
Kala mengisahkan kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu, Hapsari mengaku sudah merogoh total hingga Rp7,8 juta untuk bisa menyaksikan SEVENTEEN, NCT 127, dan Stray Kids.
Namun jutaan rupiah yang ia habiskan itu pun juga dilengkapi berbagai cerita dan strategi untuk menghadapi pertarungan menghadapi ribuan fans lainnya dalam memperebutkan tiket konser.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi penggemar musik, 'war tiket' sebenarnya bukan hal yang asing. Sejak dulu pun tiket konser selalu diburu dengan prinsip siapa cepat dia dapat.
Namun di era transaksi daring seperti saat ini, perburuan tiket kerap terasa seperti perang sungguhan. Apalagi di musim banjir konser pascapandemi, butuh strategi juga 'amunisi' demi bisa menang kesempatan menemui idola.
Hapsari mengaku dia menghadapi war tiket dengan beberapa cara, salah satunya adalah mengandalkan jaringan WiFi di rumah. Namun kadang kala, metode itu gagal membuahkan tiket.
"Waktu SEVENTEEN itu pakai WiFi di rumah, dua kali enggak dapat," kata Hapsari yang kemudian akhirnya mengandalkan jasa penitipan alias jastip tiket konser demi melihat grup Kpop tersebut.
 Ilustrasi. Sebuah warnet yang berlokasi di Jakarta Utara konon jadi rekomendasi sesama penggemar Kpop untuk berjibaku dalam war tiket. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono.) |
Pernah gagal dengan WiFi rumah, Hapsari pakai metode lain. Kali ini, ia mengandalkan sinyal data seluler. Beruntung, bertahan bertransaksi berjam-jam pakai telepon selular membuahkan tiket konser NCT 127 dan Stray Kids.
"Padahal aku itu stay di website pembelian tiketnya baru lima menit sebelum dibuka karena sudah desperate, eh ternyata malah dapat pakai mobile data," kata Hapsari.
Berbeda dengan Hapsari, Anin menggunakan metode yang sudah jadi rahasia umum di kalangan penggemar Kpop untuk berburu tiket, yaitu warung internet alias warnet.
Kala Anin ingin mengikuti war tiket SEVENTEEN beberapa waktu lalu, ia memilih mendatangi sebuah warnet yang berlokasi di Jakarta Utara. Warnet tersebut konon jadi rekomendasi sesama penggemar Kpop untuk berjibaku dalam war tiket.
Dengan merogoh kocek sekitar Rp100 ribu, ia mendapat fasilitas internet berkecepatan tinggi selama satu jam di warnet tersebut.
Kecepatan jaringan di tempat itu konon sudah diakui karena kerap disewa pemain e-sport untuk berkompetisi. Sementara itu, penyedia jastip tiket juga kabarnya kerap 'beraksi' di warnet itu.
"Kecepatan jaringannya kalau di warnet itu sampai 800 mbps. Jadi kayak benar-benar cepat banget deh internetnya," kata Anin. "Waktu gue ikut war itu ada sekitar 12-an dan semuanya dapat tiket, cuma beda section aja,"
"Terus gue juga kemarin titip teman di sana buat beliin tiket NCT 127. Bahkan enggak sampai semenit kayak sudah dapat, cepat banget pokoknya," lanjutnya.
Namun ada satu hal yang amat diperlukan dalam menggeluti war tiket, hoki.
Lanjut ke sebelah...
Seorang penggemar Justin Bieber yang bernama Almira kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tiket konser musisi itu di Jakarta karena sedang kurang beruntung.
Almira menyebut saat itu dirinya sudah melakukan pembelian sesuai alur yang diumumkan. Namun, situs dan ticketing platform itu tiba-tiba tidak bisa diakses karena down.
"Website down dan ticketing platform enggak bisa diakses, sementara ada ticketing platform lain yang bisa beli tiket Justin juga, makanya tiketnya jadi cepat habis," kata Almira.
"Orang-orang yang di waiting list ticketing platform pertama itu ada yang estimate hours-nya sampai 3-4 jam. Tapi waktu mereka masuk servernya, tiket udah habis," lanjutnya.
Kultur
Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), Dino Hamid menilai ticket war sebagai kultur di industri musik. Ia merasa ticket war akan selalu ada dan tidak bisa dihindari, apalagi bagi penggemar KPop.
"War tiket itu sudah jadi culture, enggak cuma di kita tapi di dunia juga kayak gitu. Kita sudah involve dengan industry culture jadi enggak bisa dihindari," kata Dino Hamid.
 Ilustrasi. Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), Dino Hamid menilai ticket war sebagai kultur di industri musik. Ia merasa ticket war akan selalu ada dan tidak bisa dihindari, apalagi bagi penggemar K-Pop. (Parlando Indonesia/Elise Dwi Ratnasari) |
"Kalau dulu zaman 10-15 tahun lalu saya buat pre-sale orang antri secara offline. Kalau sekarang sudah enggak ada antrian lagi karena udah ada digital. Jadi mereka berperangnya melalui laptop, makanya disebutlah war tiket," lanjutnya.
Direktur Utama Rajawali Indonesia, Tovic Raharja juga menyampaikan war tiket selalu terjadi ketika permintaan penggemar begitu tinggi. Ia juga menghadapi hal itu dalam menggelar sejumlah konser dan festival musik beberapa waktu terakhir, seperti Prambanan Jazz dan Jogjarockarta.
"Sebenarnya ini kan memang karena demand-nya tinggi. Kayak kemarin orang ingin banget datang ke festival musik tapi secara kapasitas belum terlalu banyak," kata Tovic.
[Gambas:Video CNN]
"Apalagi dua tahun kemarin [saat pandemi] event off. Kemudian begitu bisa memulai event, artis yang dibawa keren-keren. Demand-nya pasti akan tinggi banget, karena euforia itu tadi orang jadi ingin menonton," lanjutnya.
Menyikapi fenomena itu, Tovic mengungkapkan pihaknya selalu mengajak ticketing partner untuk membantu kelancaran penjualan tiket.
Dia juga membenarkan pentingnya sistem yang jelas dalam mengatur proses penjualan tiket hingga pembeli masuk venue. Sebab, pada akhirnya industri promotor berkaitan dengan jasa sehingga kenyamanan dan keamanan penonton menjadi prioritas.
"Butuh satu sistem proper yang bisa memudahkan orang untuk mulai dari mereka membeli tiket sampai mendapat tiket dan scan barcode di hari-H." kata Tovic.