China kembali melipatgandakan perlawanan dengan menambah tarif balasan untuk AS, dari semula 34 persen menjadi 84 persen. Tarif baru ini mulai berlaku hari ini.
"Kepentingan kedaulatan, keamanan, dan pembangunan Tiongkok tidak dapat diganggu gugat. Kami akan terus mengambil langkah tegas dan kuat untuk melindungi hak dan kepentingan sah kami," tegas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian, dikutip dari AFP.
Sudah sedari awal China menegaskan tak takut dengan perlakuan Trump. Bahkan, Presiden Xi Jinping dan jajarannya bersumpah melawan AS sampai titik akhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, AS justru makin mengamuk melihat respons China. Trump membalas lagi China dengan meningkatkan tarif impor menjadi 125 persen untuk Negeri Tirai Bambu itu.
"Karena kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan China kepada pasar dunia, dengan ini saya menaikkan tarif yang dikenakan ke China oleh Amerika Serikat menjadi 125 persen, berlaku segera," kata Trump via Instagram.
"Suatu saat, mudah-mudahan dalam waktu dekat, China akan menyadari bahwa hari-hari menipu AS dan negara-negara lain tidak lagi berkelanjutan atau dapat diterima," sambungnya.
China juga menempuh jalur lain dalam perang tarif ini. Mereka melayangkan tuntutan terhadap Amerika Serikat kepada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Perwakilan China di WTO menuturkan Beijing telah resmi mengajukan tuntutan terhadap AS ke WTO terkait penerapan perang tarif Trump yang dianggap berpotensi mengacaukan perdagangan global.
Beijing juga menuduh Washington telah melanggar aturan WTO dan merusak sistem perdagangan multilateral. China mendorong Sekretariat WTO meneliti dampak dari kebijakan tarif timbal balik terhadap perdagangan global serta melaporkan temuannya kepada seluruh anggota.
"Situasi ini telah meningkat secara berbahaya ... Sebagai salah satu anggota yang terdampak, China menyampaikan keprihatinan mendalam dan penolakan tegas terhadap langkah sembrono ini," tegas pernyataan China kepada WTO.
"Tarif timbal balik bukanlah dan tidak akan pernah menjadi solusi bagi ketidakseimbangan neraca perdagangan. Sebaliknya, kebijakan ini akan menjadi bumerang dan justru merugikan Amerika Serikat sendiri," kata mereka.
Presiden AS Donald Trump baru saja mengumumkan jeda penerapan tarif timbal balik selama 90 hari atau tiga bulan penuh. Ini berlaku nyaris untuk semua negara.
Seluruh negara yang semula dikenai tarif resiprokal akan kembali ke tarif universal sebesar 10 persen. Namun, penundaan tarif ini tak berlaku untuk China selaku negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.
"Berdasarkan fakta bahwa lebih dari 75 negara telah memanggil perwakilan AS, termasuk Departemen Perdagangan, Keuangan, dan USTR untuk merundingkan solusi bagi subjek yang sedang dibahas terkait perdagangan, hambatan perdagangan, tarif, manipulasi mata uang, dan tarif non-moneter. Dan bahwa atas saran saya, negara-negara ini tidak membalas dengan cara, bentuk, atau wujud apapun terhadap AS," jelas Trump dalam unggahan di Truth Social.
Di lain sisi, seorang pejabat Gedung Putih menyebut Meksiko dan Kanada tak akan mengikuti aturan tarif 10 persen. Hampir setiap barang yang berasal dari dua negara tetangga AS itu bakal tetap dikenakan tarif 25 persen, kecuali jika mereka mematuhi Perjanjian AS-Meksiko-Kanada.
China merilis white paper yang berisi data-data impor dan ekspor dengan Amerika Serikat (AS) selama ini. Dokumen resmi yang dirilis di tengah perang tarif itu turut merinci lima komoditas teratas yang mereka ekspor ke AS, maupun paling banyak diimpor dari Negeri Paman Sam.
Lima komoditas teratas yang diekspor China ke AS pada 2024, yaitu mesin dan peralatan listrik serta suku cadangnya; peralatan mekanis dan suku cadangnya; furnitur; mainan; serta plastik. Mereka mengklaim barang-barang tersebut mencapai 57,2 persen dari total ekspor China ke AS.
Di lain sisi, China juga mengimpor sejumlah komoditas dari AS, yaitu bahan bakar mineral (BBM); peralatan mekanis dan suku cadangnya; mesin dan peralatan listrik serta suku cadangnya; instrumen dan peralatan optik; serta biji minyak termasuk kedelai. Porsi lima komoditas impor teratas itu diklaim mencakup 52,8 persen dari total impor Tiongkok di 2024.
"Sejak terjalinnya hubungan diplomatik antara Tiongkok dan AS, kedua belah pihak telah mencapai hasil yang bermanfaat dalam kerja sama perdagangan dan investasi bilateral, saling melengkapi, dan saling menguntungkan," tegas China.
"Fakta menunjukkan bahwa kerja sama antara Tiongkok dan AS menguntungkan kedua belah pihak, sementara konfrontasi merugikan keduanya. Kerja sama sangat penting untuk saling menguntungkan," imbuh mereka.
Tiongkok mengatakan AS saat ini menjadi tujuan ekspor barang terbesar serta sumber impor tertinggi kedua bagi mereka. Di lain sisi, China merupakan tujuan ekspor terbesar ketiga AS dan sumber impor terbesar kedua.
Pemerintah China membantah sengaja mengejar surplus perdagangan dari AS, sehingga membuat Negeri Paman Sam mengalami defisit. Bahkan, mereka mengklaim ekspor AS ke China justru tumbuh pesat setelah Negeri Tirai Bambu bergabung ke WTO.
"Neraca perdagangan barang antara Tiongkok dan AS merupakan hasil tak terelakkan dari masalah struktural dalam ekonomi AS, serta konsekuensi dari keunggulan komparatif dan pembagian kerja internasional antara kedua negara. Tiongkok tidak secara sengaja mengejar surplus perdagangan," tegas mereka.
China juga mengutip data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di mana ekspor barang AS ke Negeri Tirai Bambu mencapai US$143,55 miliar pada 2024 lalu. Ini diklaim naik 648,4 persen dari US$19,18 miliar pada 2001 lalu, bahkan jauh melampaui pertumbuhan ekspor keseluruhan sebesar 183,1 persen selama periode yang sama.
Sementara itu, Reuters mengutip data Sensus AS yang mencatat surplus dagang China dengan AS mencapai US$295,4 miliar pada tahun lalu. Angka tersebut naik dari surplus China US$279,1 miliar di 2023.
"Kesenjangan (defisit) perdagangan barang (AS dan China) mencapai puncaknya pada 2018 sebesar US$418 miliar, tahun yang sama ketika Trump dalam masa jabatan pertamanya sebagai presiden mengenakan tarif pada barang Tiongkok," tulis laporan tersebut.
(skt/pta)