Di luar aturan main baru, OJK mencatat aset industri asuransi mencapai Rp942,91 triliun pada Februari 2021. Terdiri dari aset asuransi jiwa sebesar Rp554,38, asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp207,07 triliun, asuransi wajib Rp136,28 triliun, dan BPJS Kesehatan Rp45,18 triliun.
"Sektor asuransi termasuk yang terkena dampak pandemi, tapi kalau bicara aset, masih naik, meski tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya," ucap Ahmad.
Dari sisi pendapatan, totalnya mencapai Rp77,39 triliun pada periode yang sama. Pendapatan asuransi jiwa mencapai Rp34,61 triliun, asuransi umum dan reasuransi Rp18,59 triliun, asuransi wajib Rp1,87 triliun, dan BPJS Kesehatan Rp22,32 triliun. P
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pendapatan ini berasal dari hasil investasi dan premi. Pada sisi investasi, tercatat jumlah investasi dari asuransi komersil mencapai Rp590,71 triliun, serta asuransi wajib dan BPJS Kesehatan Rp139,57 triliun.
Untuk investasi asuransi komersil, paling banyak ada di instrumen reksadana mencapai Rp188,43 triliun atau 31,9 persen dari total.
Lalu, diikuti saham Rp153,14 triliun, Surat Berharga Negara (SBN) Rp97,97 triliun, deposito Rp61,61 triliun, obligasi dan sukuk Rp46,74 triliun, dan lainnya.
Sedangkan untuk investasi asuransi wajib dan BPJS Kesehatan, utamanya menempatkan di instrumen SBN Rp36,15 triliun atau 25,9 persen dari total. Sedang sisanya di obligasi dan sukuk Rp34,96 triliun, reksa dana Rp26,75 triliun, deposito Rp21,61 triliun, saham Rp12,12 triliun, dan lainnya.
Lihat juga:Bank di Spanyol Akan PHK 8.300 Karyawan |
Dari sisi premi, total premi asuransi komersil mencapai Rp53,2 triliun. Terdiri dari premi asuransi jiwa mencapai Rp34,61 triliun, serta asuransi umum dan reasuransi Rp18,59 triliun. Sementara klaimnya mencapai Rp31,81 triliun, terbagi klaim asuransi jiwa Rp25,9 triliun serta asuransi umum dan reasuransi Rp5,97 triliun.
Dari kondisi ini, Ahmad mencatat industri asuransi memberi kontribusi sekitar 3 persen ke perekonomian Indonesia. Hal ini berasal dari kepemilikan asuransi 15,43 juta nasabah.
"Dari tahun ke tahun, angka penetrasi kita tidak bisa di atas 3 persen dan Februari 2021 ini hampir mendekati 3 persen," imbuhnya.
Ahmad agak menyayangkan realisasi ini. Sebab, sumbangan industri asuransi dari negara-negara lain umumnya cukup besar ke perekonomian mereka, misalnya Malaysia. "Ini menunjukkan angka penetrasi di Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain, bahkan dibandingkan regional (ASEAN)," tuturnya.
Lihat juga:DBS Akuisisi 13 Persen Saham Bank Asal China |
Reformasi Sektor IKNB
Di sisi lain, Ahmad mengatakan OJK akan meneruskan rencana reformasi sektor IKNB. Hal ini perlu karena beberapa pengaturan di sektor ini agak tertinggal dibandingkan bank.
Ahmad mengatakan ketertinggalan ini terjadi sebagai dampak reformasi sektor perbankan pascakrisis 1998.
Sejak saat itu, regulator dan pemerintah memberi perhatian besar ke bank, sampai-sampai pengawasannya beralih dari Bank Indonesia (BI) ke OJK.
"Sejak krisis, reformasi bank menjadi fokus pemerintah, makanya sekarang dirasa perlu reformasi, meski saya bilangnya penguatan, ini barang kali nanti akan mengekor dengan reformasi yang sudah dilakukan di bank yang sudah cukup bagus," ungkapnya.
(uli/bir)