Manusia Rp2.546 T Ungkap 2 Pekerjaan Menjanjikan di Era AI, Bukan IT
Di tengah kekhawatiran bahwa kecerdasan buatan (AI) akan menggerus lapangan kerja bagi generasi muda, CEO Nvidia Jensen Huang justru melihat peluang besar di sektor lain yang selama ini kurang dilirik.
Menurut Huang, alih-alih makin sempit, ada dua jenis pekerjaan yang justru akan menjadi incaran dan mengalami ledakan permintaan di masa depan, bahkan menjanjikan gaji fantastis tanpa perlu gelar sarjana.
Dua profesi yang dimaksud adalah yang masuk dalam kategori keahlian terampil, yaitu teknisi listrik dan tukang ledeng.
"Jika Anda seorang teknisi listrik, tukang ledeng, atau tukang kayu, kita akan membutuhkan ratusan ribu dari mereka untuk membangun semua pabrik ini," kata Huang dalam wawancara dengan Channel 4 News di Britania Raya, melansir Fortune, Selasa (30/9).
"Sektor keterampilan teknis akan mengalami ledakan. Jumlahnya akan terus berlipat ganda setiap tahun," ujarnya menambahkan.
Pernyataan ini muncul seiring dengan akselerasi pesat dalam pembangunan pusat data secara global, yang menjadi tulang punggung bagi perkembangan AI.
Nvidia, misalnya, baru-baru ini mengumumkan investasi senilai US$100 miliar untuk mendukung OpenAI dalam membangun pusat data berbasis prosesor AI mereka. Berdasarkan proyeksi McKinsey, belanja modal global untuk pusat data diperkirakan mencapai US$7 triliun pada 2030.
Lihat Juga : |
Satu pusat data berukuran 250.000 kaki persegi bisa menyerap hingga 1.500 pekerja konstruksi selama masa pembangunan, dan banyak di antaranya berpenghasilan lebih dari US$100.000 (atau sekitar Rp1,6 miliar) per tahun. Pekerjaan-pekerjaan ini pun bisa dilakukan tanpa memerlukan gelar sarjana.
Setelah operasional, fasilitas ini akan dikelola oleh sekitar 50 staf penuh waktu, yang tiap posisinya menciptakan hingga 3,5 pekerjaan tambahan di komunitas sekitar.
Seruan Huang, yang memiliki harta kekayaan hingga US$154,3 miliar atau setara lebih dari Rp2.546 triliun itu, untuk lebih banyak tukang listrik dan tukang ledeng sejalan dengan pandangannya bahwa gelombang peluang berikutnya terletak pada sisi fisik teknologi (physical side) daripada sisi perangkat lunak (software).
Pandangan Huang sejalan dengan kekhawatiran sejumlah pimpinan perusahaan besar lainnya. CEO BlackRock Larry Fink sebelumnya juga mengingatkan bahwa AS berisiko kekurangan teknisi listrik akibat deportasi tenaga kerja imigran dan minimnya minat generasi muda terhadap pekerjaan terampil.
"Saya bahkan pernah mengatakan kepada tim Trump bahwa kita akan kehabisan teknisi listrik yang dibutuhkan untuk membangun pusat data AI," ujar Fink dalam sebuah konferensi energi Maret lalu.
CEO Ford Jim Farley juga mengungkapkan hal serupa dalam wawancara dengan Axios. Ia menyebut ambisi pemerintahan AS untuk merelokasi industri belum diimbangi kesiapan tenaga kerja di lapangan.
"Saya rasa niatnya sudah ada, tapi belum ada sesuatu yang bisa menopangnya," kata Farley.
"Bagaimana kita bisa memindahkan semua produksi kembali ke sini jika tidak ada orang yang bisa bekerja?" lanjut dia.
Bahkan, menurut Farley, saat ini AS telah kekurangan 600.000 pekerja pabrik dan 500.000 pekerja konstruksi, berdasarkan unggahan LinkedIn pada Juni lalu.
(dmi/dmi)