Kasus keracunan massal yang menimpa ratusan siswa di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Jumat (3/10) diduga kuat akibat mengonsumsi program "makanan bergizi gratis" atau MBG.
Insiden ini sontak menimbulkan trauma mendalam bagi para orang tua, yang kini menyatakan tidak akan lagi mengizinkan anak mereka menyantap makanan yang dibagikan di sekolah.
Mardi Tahun, salah satu orang tua siswa yang menjadi korban, mengungkapkan perasaannya. Ia mengaku trauma dan lebih memilih anaknya makan seadanya di rumah daripada mengambil risiko keracunan lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Sebagai orang tua) trauma Pak, lebih baik anak tidak makan, lebih baik anak makan jagung dan ubi di rumah daripada katanya makan gizi (tapi malah keracunan). Kami tidak bisa terima," kata Mardi Tahun saat dihubungi Parlando Indonesia.com pada Jumat (3/10) sore.
Dua anak Mardi, Novita Tameon (kelas 5) dan Michel Tameon (kelas 2) yang bersekolah di SD GMIT Soe 2, menjadi korban keracunan.
Mardi menceritakan, kedua anaknya mulai mengalami sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, hingga muntah sesaat setelah tiba di rumah sekitar pukul 12.00 Wita. "Mereka berdua langsung saya kasih minyak dan cek ke tetangga yang anaknya juga mengalami hal yang sama," ujarnya.
Mardi kemudian menghubungi grup WhatsApp sekolah dan mendapati laporan dari banyak orang tua lain yang anak-anaknya mengalami gejala serupa.
Menurut pengakuan kedua anaknya, sebelum sakit, mereka menyantap MBG yang dibagikan di sekolah. Anak-anak tersebut menyebut menu mie yang disajikan sebagai soto ayam, namun daging di dalamnya telah mengeluarkan bau tidak sedap.
Melihat kondisi anak-anaknya yang semakin lemas, Mardi dan suaminya segera membawa keduanya ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Soe pada pukul 13.00 Wita. Di sana, sudah belasan siswa lain yang juga dirawat karena keracunan.
Mardi menambahkan bahwa pihak sekolah biasanya membagikan MBG kepada para siswa setelah jam pelajaran berakhir, yakni sekitar pukul 12.00 Wita.
Akibat peristiwa ini, Mardi tegas melarang kedua anaknya mengonsumsi MBG di sekolah. Ia bahkan berencana membekali makanan dari rumah. "Saya nanti larang anak-anak tidak usah makan di sekolah, bila perlu kami kasih makan biar bawa ke sekolah dari rumah saja," tuturnya.
"Biar di rumah makan nasi putih tapi anak-anak tidak apa-apa, anak-anak tidak sakit. Anak tidak mengalami hal-hal seperti ini bikin kami sebagai orang tua kami sangat khawatir, sangat takut. Anak kami dua orang ini buat kami rasa risau," imbuhnya dengan nada khawatir.
Mardi mendesak pemerintah untuk segera menghentikan program MBG. Ia menilai lebih baik program sekolah gratis yang diutamakan daripada makanan gratis yang berujung pada keracunan.
"Harapan saya kalau pemerintah mau bantu, bantu anak-anak untuk sekolah gratis saja, biar bantu kami di uang sekolah daripada kasih makan tapi anak-anak sakit," tegasnya.
Jumlah korban yang diduga akibat menyantap MBG pada Jumat (3/10) terus meningkat. Informasi terakhir yang diperoleh Parlando Indonesia.com menyebut total korban keracunan mencapai 331 orang hingga Jumat sore pukul 18.00 Wita.
Para korban dirawat di tiga lokasi berbeda: RSUD Soe, Tenda Kantor Dinas PRKP TTS, dan SD GMIT Soe 2. Ratusan korban tersebut berasal dari sepuluh tempat penerima manfaat yang terdiri dari SD, TK, PAUD, dan Posyandu.
(ely/wiw)