ANALISIS
Keras Kepala Prabowo dan Siasat di Balik Klaim Menang Pilpres
Sabtu, 27 Apr 2019 10:43 WIB
Prabowo Subianto mengklaim dirinya dan Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden 2019-2024. (Parlando Indonesia/Safir Makki)
Prabowo pertama kali mengklaim kemenangan pada 17 April lalu bersama sejumlah petinggi Badan Pemenangan Nasional (BPN) tanpa Sandiaga Uno. Kala itu, proses penghitungan suara masih berjalan di TPS. Dia mengklaim menang merujuk data exit poll pihaknya.
Selang beberapa jam kemudian, masih di hari yang sama yakni 17 April, Prabowo kembali menyatakan diri sebagai pemenang pilpres. Prabowo merujuk exit poll timnya sendiri, tidak berkaca dari mayoritas quick count lembaga survei yang menyatakan Jokowi-Ma'ruf unggul sementara.
Prabowo, bersama sejumlah petinggi BPN dan relawannya, kembali menyampaikan klaim kemenangan pada Kamis (25/4). Prabowo bersama relawan juga sempat menggelar syukuran di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Peneliti senior yang juga Dewan Pakar The Habibie Center Indria Samego tidak heran dengan sikap Mantan Danjen Kopassus tersebut. Dia mengaku tahu tabiat Prabowo sejak lama.
"Yang jelas, dia (Prabowo) keras kepala. Jadi memang watak Prabowo itu tidak sesejuk SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) terutama dalam menyampaikan pandangannya. Ceplas-ceplos begitu," ucap Indria saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (26/4).
Indria mengaku dekat dengan petinggi-petinggi ABRI sejak 1998 silam, yakni ketika situasi politik tanah air bergejolak dengan sangat hebat.
Dia pernah memberikan masukan tentang apa yang harus dilakukan Soeharto, presiden kala itu, dalam menanggapi dinamika yang berkembang. Masukan diberikan Indria kepada SBY dalam pertemuan di Mabes ABRI, Cilangkap. Kala itu, SBY menjabat sebagai Kepala Staf Sosial Politik ABRI berpangkat Letnan Jenderal.
"Kalau Prabowo merasa punya data akurat tapi berbeda dengan yang lain, ya 2014 dulu juga begitu kan. Yang jelas, dia keras kepala, ditambah ada provokasi yang dia percayai. Jadi dia menanggap tidak sendirian dalam memperjuangkan keyakinannya," tutur Indria.
Menurut Indria, watak Prabowo yang keras tidak lepas dari ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi yang beberapa kali menjadi menteri di era Orde Baru. Selain itu, Prabowo juga menikahi Siti Hediyati Hariyadi atau Titiek Soeharto.
Latar belakang keluarga, lanjut Indria, mempengaruhi karakter Prabowo. Anak seorang begawan ekonomi dan mantu orang paling berpengaruh di Era Orde Baru, Soeharto.
Jika hari ini Prabowo merasa begitu banyak kecurangan pada Pemilu 2019, wajar jika mantan Danjen Kopassus itu terlihat emosional.
"Jadi dia merasa bukan orang yang patut dilecehkan," ujar Indria.
Prabowo Bersiasat
Direktur Saiful Mujani Research Center (SMRC) Sirajuddin Abbas menganggap Prabowo sebetulnya tengah bersiasat di balik gelagatnya yang masih bersikukuh mengklaim kemenangan. Menurutnya, Prabowo sudah mengakui kemenangan Jokowi-Ma'ruf, namun ada siasat yang tengah dimainkan.
"Secara substansi, Prabowo sudah menerima kekalahan. Mereka pun rasional dan paham yang mereka lakukan saat ini tidak akan bisa mengubah keadaan," ujar Sirajuddin.
Langkah yang ditempuh Prabowo, lanjut Sirajuddin, yakni menaikkan daya tawar di mata lawan. Misalnya, dengan cara mengklaim kemenangan berkali-kali. Narasi menggerakkan massa atau people power juga termasuk di antaranya.
Menurut Sirajuddin, hal itu membuat Prabowo tetap mendapat respek dari pemenang. Selama itu pula, Prabowo dan orang dekatnya bernegosiasi dengan pemenang sebelum real count KPU selesai pada 22 Mei mendatang.
"Prabowo dan Sandi pasti menghabiskan biaya cukup besar untuk berkompetisi di pilpres. Tentu mereka tidak ingin yang terjadi seperti 'the winner takes all'. Meskipun kalah, mereka tetap memiliki basis pendukung cukup besar," ucap Sirajuddin.
"Maka tidak berlebihan jika pemenang bisa membantu mereka melakukan cost recovery, sehingga mereka tidak terlalu rugi baik secara finansial maupun sosial," lanjutnya.
Sirajuddin yakin Prabowo dan Sandi ingin lekas mendapat konsesi dengan pihak pemenang. Menurutnya, daya tawar mereka akan semakin menurun ketika real count KPU makin memperlihatkan keunggulan Jokowi.
"Peluang keberhasilan gugatan di MK terlalu kecil. Oleh sebab itu, mereka tampaknya akan mengupayakan kesepakatan tercapai sebelum pengumuman hasil akhir," kata Sirajuddin.
Sejak pertama kali memberikan pernyataan pers usai pemungutan suara Pilpres 2019, Prabowo sudah menyebut ada pelanggaran. Wacana people power yang diserukan kubunya juga menguat belakangan. Salah satu yang menyerukan yaitu politikus PAN, Eggi Sudjana, telah diperiksa polisi.
(bmw/pmg)
ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
PPP Kubu Agus Suparmanto Sebut SK Menkum untuk Mardiono Abaikan Fakta
Nasional • 4 jam yang laluKPK Kini Leluasa dan Dapat Kepastian Hukum Usut Korupsi BUMN
Nasional • 1 jam yang laluTerapis Wanita Ditemukan Tewas di Lahan Kosong Jakarta Selatan
Nasional • 45 menit yang laluPria Diduga Hacker 'Bjorka' Ditangkap Polda Metro Jaya
Nasional • 5 jam yang laluKoalisi Cabut Lalu Gugat Lagi Fadli Zon, Ingin Seluruh Hakim Perempuan
Nasional • 2 jam yang laluLAINNYA DARI DETIKNETWORK