Sejumlah pakar mengkritik usulan damai Presiden Amerika Serikat yang bertujuan mengakhiri agresi Israel di Jalur Gaza Palestina.
Pengamat kawasan Timur Tengah menilai poin-poin gencatan senjata itu malah 'memanjakan' Israel dan merugikan warga Palestina di Gaza.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam usulan tersebut, Trump mengajukan 20 poin yang secara garis besar berisi tuntutan pengembalian sandera, rekonstruksi Gaza, hingga pembentukan komite untuk pemerintahan sementara Gaza.
"Badan ini akan menerapkan standar internasional terbaik untuk menciptakan pemerintahan modern dan efisien guna melayani rakyat Gaza, serta kondusif untuk menarik investasi," demikian salah satu usulan Trump.
Proposal tersebut mendapat sambutan dan dipuji banyak pejabat negara-negara Barat. Namun, pakar menilai usulan itu hanya menguntungkan Israel.
Peneliti kebijakan luar negeri dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Waffaa Kharisma mengatakan usulan tersebut meletakkan beban kesalahan perang dan genosida sepenuhnya di tangan Palestina atau dalam hal ini Warga Gaza.
"Tidak ada pertanggungjawaban sama sekali yang diminta dari Israel. Tidak ada kesalahan yang diakui datang dari Israel. Tidak ada yang menyebutkan genosida yang sedang terjadi," kata Waffaa kepada CNNIndonesia.com.
Dia lalu berujar, "Murni merupakan kondisi yang Israel nyaman selain dari aneksasi dan juga lumayan dapat diterima oleh komunitas internasional."
Waffaa menekankan semua pihak memang ingin agresi Israel di Gaza berakhir. Namun, proposal tersebut menunjukkan komunitas internasional tak belajar apapun atas tragedi di Palestina.
Agresi Israel telah menyebabkan lebih dari 65.000 warga di Palestina tewas. Pengorbanan para jurnalis, tenaga medis, hingga relawan untuk memperjuangkan Palestina akan sia-sia jika poin-poin dalam usulan Trump disepakati.
"Isunya di-frame sebagai isu terorisme semata," ungkap Waffaa.
Sejak Israel meluncurkan agresi ke Palestina, mereka selalu mengeklaim tindakan tersebut untuk melenyapkan kelompok yang mereka cap teroris dalam hal ini Hamas.
Israel juga sering victim playing, bahwa negara mereka diserang berbagai front sehingga Negeri Zionis berhak membela diri dengan menggempur habis-habisan milisi di wilayah lain seperti Hizbullah di Lebanon, Hamas di Palestina, Houthi di Yaman, milisi di Iran, hingga Suriah.
Situasi tersebut membuat Israel berulang kali menuntut jaminan keamanan dari komunitas internasional terutama negara Barat.
Waffaa sama sekali tak memuji proposal tersebut. Dia bahkan menilai kemungkinan penahanan dan penjara terbuka akan terus berlanjut merujuk ke zona keamanan penyangga yang didirikan.
"Pendudukan dan apartheid akan terus berlanjut. Ini sama sekali bukan kemenangan moral. Israel ke depan akan menjadi hegemoni baru," ujar dia.
Bersambung ke halaman berikutnya...