DPR Cecar soal Emas Cap Singapura, Bos Antam Klarifikasi

Parlando Indonesia
Senin, 29 Sep 2025 19:00 WIB
DPR RI mencecar PT Aneka Tambang (Persero) Tbk terkait permasalahan emas cap atau stempel Singapura.
DPR RI mencecar PT Aneka Tambang (Persero) Tbk terkait permasalahan emas cap atau stempel Singapura. Ilustrasi. (iStock/Ravitaliy).
Jakarta, Parlando Indonesia --

DPR RI mencecar PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) terkait permasalahan emas cap atau stempel Singapura.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mempertanyakan dugaan tersebut kepada Direktur Utama Antam Achmad Ardianto. Ia meminta penjelasan Antam terkait permasalahan emas dengan stempel Negeri Singa.

Achmad membantah tudingan tersebut, tapi mengakui bahwa kapasitas pemurnian emas yang dimiliki perusahaannya terbatas. Sementara, permintaan emas di masyarakat jauh lebih besar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Syukur alhamdulillah masyarakat makin meningkat kesadarannya, sehingga kebutuhan kita untuk menjual ke masyarakat terus meningkat. Tahun lalu (2024) kita menjual (emas) 37 ton, tahun ini kita targetkan 45 ton," jelas Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (29/9).

"Persoalannya adalah tambang milik Antam yang saat ini satu-satunya ada di Pongkor, itu produksinya cuma 1 ton setahun. Jadi, emas yang ditambang oleh Antam cuma 1 ton setahun. Sementara, kebutuhan masyarakat tahun lalu 37 ton, sekarang 43 ton (sampai 45 ton), dari mana emas lainnya didapat?" sambungnya.

Setidaknya ada 3 cara untuk menambal besarnya kebutuhan emas dari masyarakat tersebut.

Pertama, Antam membeli kembali emas yang dimiliki masyarakat Indonesia. Aksi buyback itu membuat Antam mampu mencetak kembali emas versi terbaru. Kendati, jumlah yang bisa diperoleh dari sumber ini hanya 2,5 ton per tahun.

Kedua, Achmad menyebut pihaknya membeli dari perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia yang memurnikan emasnya di Antam. Upaya ini ternyata tidak sepenuhnya berjalan mulus.

Achmad menyinggung tidak ada regulasi yang mewajibkan perusahaan-perusahaan tambang itu untuk menjual emasnya kepada Antam. Oleh karena itu, ada opsi bagi para penambang tersebut untuk melakukan ekspor.

"Karena sifatnya seperti itu, tentu terjadi tawar-menawar, ini ada elemen pajak juga yang membuat perusahaan tambang lebih fleksibel bagi mereka mengekspor dibanding menjual ke Antam. Kalau jual emas ke Antam, mereka minta peraknya juga dibeli sekalian. Dengan bundling ini, ada pajak juga, PPN 13 persen, sehingga itu berat bagi mereka dan Antam," ungkapnya.

Antam pada akhirnya memilih opsi ketiga, yakni mengimpor emas dari luar negeri. Achmad mengakui bahwa emas yang dibeli dari Singapura hingga Australia jumlahnya tembus 30 ton per tahun.

Impor tersebut dilakukan dari semua perusahaan atau lembaga yang terafiliasi London Bullion Market Association (LBMA).

"Kami tidak asal impor. Ada 3, bullion bank, refinery, atau trader. Ini seakan-akan kita mengekspor emas, padahal Antam tidak pernah mengekspor emas. Kita beli dari bullion, refinery, trader yang ada di Singapura maupun Australia dengan harga pasar. Kenapa impor? Terpaksa, karena kebutuhan masyarakat besar, sementara sumber enggak ada," tutur Achmad.

Padahal, Achmad mengatakan potensi produksi emas dari seluruh tambang di Indonesia saat ini menyentuh 90 ton per tahun. Itu termasuk dari sumber emas yang ditambang PT Freeport Indonesia (PTFI), di mana potensinya tembus 50 ton setahun.

Antam bisa menyerap emas Freeport pada 2025 karena baru tahun ini diolah di Indonesia. Achmad mengatakan sudah ada kerja sama Antam dan Freeport untuk menyerap 25 ton-30 ton emas.

Namun, kemungkinan yang bisa diserap hingga akhir 2025 ini baru 9 ton.

[Gambas:Video CNN]

(skt/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER